Welcome to my Blog...

Terima kasih telah mengunjungi blog ini...
Tuhan memberkati..

Rabu, 13 Juli 2011

Ayah Juga Lupa

Dengar, Nak : Ayah mengatakan ini pada saat kau terbaring tidur, sebelah tangan kecil merayap di bawah pipimu dan rambutmu yang keriting pirang lengket pada dahimu yang lembab. Ayah menyelinap masuk seorang diri ke kamarmu. Baru beberapa menit yang lalu, ketika Ayah sedang membaca koran di ruang perpustakaan, satu sapuan sesal yang amat dalam menerpa. Dengan perasaan bersalah Ayah datang masuk menghampiri pembaringanmu.
Ada hal-hal yang ayah pikirkan, Nak : Ayah selama ini bersikap kasar kepadamu. Ayah membentakmu ketika kau sedang berpakaian hendak pergi ke sekolah karena kau cuma menyeka mukamu sekilas dengan handuk. Lalu Ayah lihat kau tidak membersihkan sepatumu. Ayah berteriak marah tatkala kau melempar beberapa barangmu ke lantai.
Saat makan pagi Ayah juga menemukan kesalahan. Kau meludahkan makananmu. Kau menelan terburu-buru makananmu. Kau meletakkan sikutmu di atas meja. Kau mengoleskan mentega terlalu tebal di rotimu. Dan begitu kau baru mulai bermain dan Ayah berangkat mengejar kereta api, kau berpaling dan melambaikan tangan sambil berseru, “Selamat jalan, ayah!”, dan Ayah mengerutkan dahi, lalu menjawab : “Tegakkan bahumu!”
Kemudian semua itu berulang lagi pada sore hari. Begitu Ayah muncul dari jalan, Ayah segera mengamatimu dengan cermat, memandang hingga lutut, memandangmu yang sedang bermain kelereng. Ada lubang-lubang pada kaus kakimu. Ayah menghinamu di depan kawan-kawanmu, lalu menggiringmu untuk pulang ke rumah. “Kaus kaki mahal dan kalau kau yang harus membelinya, kau akan lebih berhati-hati!”. Bayangkan itu, Nak, itu keluar dari pikiran seorang ayah!
Apakah kau ingat, nantinya, ketika Ayah sedang membaca di ruang perpustakaan, bagaimana kau datang dengan perasaan takut, dengan rasa terluka dalam matamu? Ketika Ayah terus memandang koran, tidak sabar karena gangguanmu, kau jadi ragu-ragu di depan pintu. “Kau mau apa?”, semprot Ayah.
Kau tidak berkata sepatah pun, melainkan berlari melintas dan melompat ke arah Ayah, kau melemparkan tanganmu melingkari leher saya dan mencium Ayah, tangan-tanganmu yang kecil semakin erat memeluk dengan hangat, kehangatan yang telah Tuhan tetapkan untuk mekar di hatimu dan yang bahkan pengabaian sekali pun tidak akan mampu melemahkannya. Dan kemudian kau pergi, bergegas menaiki tangga.
Nah, Nak, sesaat setelah itu koran jatuh dari tangan Ayah, dan satu rasa takut yang menyakitkan menerpa Ayah. Kebiasaan apa yang sudah Ayah lakukan? Kebiasaan dalam menemukan kesalahan, dalam mencerca, ini adalah hadiah Ayah untukmu sebagai seorang anak lelaki. Bukan berarti Ayah tidak mencintaimu; Ayah lakukan ini karena Ayah berharap terlalu banyak dari masa muda. Ayah sedang mengukurmu dengan kayu pengukur dari tahun-tahun Ayah sendiri.
Dan sebenarnya begitu banyak hal yang baik dan benar dalam sifatmu. Hati mungil milikmu sama besarnya dengan fajar yang memayungi bukit-bukit luas. Semua ini kau tunjukkan dengan sikap spontanmu saat kau menghambur masuk dan mencium Ayah sambil mengucapkan selamat tidur. Tidak ada masalah lagi malam ini, Nak. Ayah sudah datang ke tepi pembaringanmu dalam kegelapan, dan Ayah sudah berlutut di sana, dengan rasa malu!
Ini adalah sebuah rasa tobat yang lemah;  Ayah tahu kau tidak akan mengerti hal-hal seperti ini kalau Ayah sampaikan padamu saat kau terjaga. Tapi esok hari Ayah akan menjadi Ayah sejati! Ayah akan bersahabat karib denganmu, dan ikut menderita bila kau menderita, dan tertawa bila kau tertawa. Ayah akan menggigit lidah Ayah kalau kata-kata tidak sabar keluar dari mulut Ayah. Ayah akan terus mengucapkannya kata ini seolah-olah sebuah ritual :  Dia cuma seorang anak kecil , anak lelaki kecil!
Ayah khawatir sudah membayangkanmu sebagai seorang lelaki. Namun, saat Ayah memandangmu sekarang, Nak, meringkuk terbaring dan letih dalam tempat tidurmu, Ayah lihat bahwa kau masih seorang bayi. Kemarin kau masih dalam gendongan ibumu, kepalamu berada di bahu ibumu. Ayah sudah meminta terlalu banyak, sungguh terlalu banyak. (Source: www.kidung.com)



Selasa, 12 Juli 2011

Erat Dengan Hatimu

Betapa ajaib dan dahsyatnya Tuhan kejadianku
G_______________________________C
Kau menenun diriku serupa gambaranMu
______Bm_____Em__________Am_______D
Sungguh berharga dimatamu Tuhan kehidupanku
G_______________________________C
Kau membawa hatiku mendekat erat dengan hatimu
_______Bm______Em__________Am____________D

Kumengangkat wajahku memandang keindahanMu Yesus
____G_____________D_C__________________G
Syukur bagi kesetiaanMu di sepanjang hidupku
C_____________Bm_________Am_________D
dan kuangkat tanganku ke tahta kasih dan karuniaMu
______G___________D_C_________________G
Tak sekalipun Kau tinggalkanku
____C___________Bm
Oh Yesus sahabatku
___Am___D______G

Minggu, 10 Juli 2011

Tak Ada Alasan Untuk Tak Hidup Kudus

Tepatlah bila orang mengatakan kita hidup di zaman yang bengkok. Artinya zaman yang tidak mengindahkan Allah. Tidak sedikit orang yang mengabaikan hidup dalam kekudusan . Namun, tidak berarti kita tidak mungkin hidup kudus. Mempertahankan kekudusan hidup adalah keharusan. Mengapa? Bagaimana caranya?

Di zaman ini, menjalani hidup yang kudus bisa diberi stempel aneh. Bisa juga dicap orang kuno, tidak mengikuti perkembangan zaman. Bahkan gereja-gereja pun lebih banyak memilih bungkam untuk membicarakannya. Bila diamati hanya sedikit mimbar gereja yang lantang menyuarakan pentingnya kekudusan hidup. Mengapa demikian? Mungkin saja takut jika jemaat kabur. Atau, tak berani bila jemaat pindah ke tempat lain. Maka hidup yang berhasil, kiat sukses justru dikhotbahkan tiada henti. Padahal, kesuksesan sejati mestinya berawal dari kekudusan hidup.


 
KEBEBASAN TERBELENGGU?

Apa artinya hidup kudus? Dalam bahasa Ibrani, menurut Pdt. Joshua Ong You Liang, Ph.D (70), kata kudus berarti memisahkan diri dari yang kotor/jelek dalam diri untuk hidup bagi Tuhan. Tentang hal ini Allah memberi teladan. Secara khusus Allah telah memisahkan diri-Nya untuk orang yang percaya kepada-Nya. Karena itu setiap orang yang ingin bertemu Allah kiranya hidup dalam kekudusan terlebih dahulu. Tanpa kekudusan sulit bertemu dengan-Nya. Inilah yang terlihat dari pengalaman Musa pada peristiwa semak belukar yang menyala-nyala (Keluaran 3).

Persoalan yang muncul, orang menganggap hidup dalam kekudusan mengekang kebebasan. Karena merasa kekudusan itu mengekang, lalu memilih untuk hidup tidak kudus. Namun Pdt. Joshua justru melihat dari sisi yang berbeda. “Kebebasan adalah hak istimewa yang Tuhan berikan bagi manusia,” kata Ketua STT Iman Jakarta ini. Hanya saja manusia sering menyalahgunakan kebebasan yang diberikan. Sejatinya, Allah tidak pernah menjadikan manusia seperti robot. Manusia bebas melakukan apa saja. Bila kebebasan dilakukan berpusat pada diri sendiri tentu tidak menyenangkan hati-Nya. Sebaliknya melakukan kebebasan yang berpusat pada kehendak Tuhan jelas hal itu diperkenan-Nya.

Bila dipikirkan dengan jujur, terkadang manusia itu aneh juga. Mengapa dikatakan demikian? Bukankah Allah telah rela memisahkan diri-Nya bagi kita, mengapa kita justru tidak mau memisahkan diri bagi Allah? “Apabila kita rela memisahkan diri bagai Allah, tentu Dia akan memakai hidup kita bagi kemuliaan-Nya,” cetus doktor jebolan Fuller Theological Seminary USA ini.

Terus terang, sukar untuk mengatakan bahwa seseorang mengenal Allah jika ia tidak hidup dalam kekudusan. Artinya, salah satu wujud pengenalan akan Allah tercermin dalam kekudusan hidup yang dijalani setiap hari. Bukankah seorang anak mempermalukan ayahnya bila ia berlaku sembrono dalam hidup? Kudus adalah sifat dari Allah. Kita pun disebut anak-anak Allah. Nah, bila kita berlaku tidak kudus pantaskah kita memanggil-Nya Bapa? “Mengenal Allah secara pribadi pasti membawa kita memiliki hubungan dengan-Nya. Bila kita punya hubungan yang pribadi pasti kita berusaha menyenangkan hati-Nya,” tegas Pdt. Ferry Frans Simanjuntak, M.A (46).

Adakah hubungan kegiatan agamawi dengan kekudusan hidup? Melakukan kegiatan agamawi merupakan hal yang baik. Namun, kegiatan agamawi bukanlah jaminan bahwa seseorang telah mengenal Tuhan dengan baik. Bisa saja kegiatan tersebut hanya sebatas aktivitas saja. Sebagai contoh, kita kerap menyaksikan orang-orang yang rajin beribadah namun perilakunya kurang sepadan dengan ibadahnya. Sementara rajin beribadah pada saat yang sama rajin pula berbuat dosa. Selingkuh tiada henti. Korupsi tiada akhir. Mengejar kedudukan tak kenal lelah. Jelas ini sebuah ironi. “Apabila orang-orang Kristen belaku tidak kudus mereka sama artinya tong kosong yang berbunyi nyaring,” tambah pembantu ketua tiga Sekolah Tinggi Teologi Imanuel Nusantara Jakarta ini.


 
IBARAT MAKAN TANPA LAUK

Memainkan perilaku hidup kudus bak seorang olahragawan. Anda dapat membayangkan betapa tidak serunya suatu permainan tanpa tantangan. Dalam dunia olahraga tantangan selalu dinanti-nantikan. Bertanding tanpa hambatan ibarat makan tanpa lauk. Bahkan lauk tanpa garam. Tak ada rasanya. Menjalankan hidup yang kudus memang memerlukan tantangan. Itu pula yang disebut Pdt. Ferry Frans Simanjuntak, MA. Menurut MPH PGI wilayah DKI Jakarta ini setidaknya terdapat tiga tantangan dalam menjalani hidup kudus.

Tantangan pertama adalah keinginan daging. Bila seseorang tidak memiliki hubungan pribadi dengan Allah, yang menonjol adalah keinginan daging. Ketika manusia memilih menyenangkan diri sendiri, di sinilah terjadi benturan. Benturan antara keinginan daging dengan kekudusan. Di sini masalahnya, Alkitab katakan roh itu penurut namun daging lemah.

Tantangan kedua adalah lingkungan. Lingkungan yang buruk dapat mengubah kebiasaan yang baik. Bila seseorang bergaul dengan lingkungan buruk sangat besar kemungkinan pengaruh negatif merasuk dalam hidupnya.
Terakhir adalah tantangan kedagingan dan keinginan dunia. Pdt. Simanjuntak menyebut sebagai dosa yang menyebabkan ketagihan. Ya, semacam dosa yang bersifat adiktif. Dosa yang mendorong seseorang mengulang tindakan yang sama. Misalnya: dosa seks, Narkoba, korupsi, dan sebagainya. Di sekeliling kita dosa-dosa seperti ini sangat menggoda. Dosa-dosa tersebut aksesnya sangat gampang.

Tantangan bagi orang percaya adalah menaklukkan setiap tantangan yang ada. Manusia harus memerangi ketidakkudusan bersama Roh Kudus. “Roh Kudus pasti memberi kita kemampuan ekstra,” tegas hamba Tuhan dari Gereja Protestan Soteria di Indonesia (GPSI) ini. Mengambil contoh dari kesalehan Ayub, Pdt. Simanjuntak yakin kalau Ayub mampu mempertahankan kekudusan, kita pun pasti bisa. Walau Ayub ditimpa masalah berat, ia tak tergoyahkan.


ZAMAN YANG BENGKOK

Memang perlu diakui bahwa kita hidup di tengah zaman yang mengabaikan arti kekudusan. Mereka tak mau tahu tentang kekudusan. Hati nurani mereka telah hilang kepekaannya. Namun, orang percaya tentu tak perlu menyalahkan lingkungan. Bukan kita yang dipengaruhi lingkungan. Sebaliknya lingkunganlah yang harus kita pengaruhi. Pasalnya, Pdt. Joshua Ong You Liang mengatakan kalau kita mengasihi Tuhan, kita pasti menjaga hidup seturut firman-Nya. Hidup yang seturut firman-Nya berarti hidup yang kudus di hadapan-Nya. Kasih kepada Tuhan adalah dasar untuk mempertahankan hidup yang kudus.

Di luar sana banyak orang yang mengaku tak mampu hidup dalam kekudusan. Alasannya terlalu banyak godaan. Namun bagi Pdt. Joshua, godaan bukanlah segalanya. “Binalah persekutuan dengan Tuhan setiap saat,” cetus Gembala Jemaat Gereja Santapan Rohani (GSR) Jakarta ini. Kualitas hubungan dengan Allah menentukan kualitas kekuatan seseorang saat menghadapi godaan. Bila seseorang setia membaca firman Tuhan, bersaat teduh, dan berdoa maka ketidakkudusan tidak mendapat tempat. Namun, tidak ada waktu untuk bersekutu membuat seseorang gampang jatuh dalam perselingkuhan, perceraian, korupsi, berebut kedudukan, dan lain sebagainya. Hal ini dapat dicek dalam pergaulan kita setiap hari. “Barang siapa yang dekat dengan Allah—bersekutu dengan-Nya, pasti tangguh menghadapi goncangan yang hebat sekalipun,” tandasnya.
 
YESUS KRISTUS mengasihi Anda..

(Sumber: Majalah Bahana, Februari 2010)

Jumat, 08 Juli 2011

Kadangkala Hidupmu Menangis


Kadangkala hidup mengharuskanmu menangis tanpa sebab. Kamu merasa sudah berbuat baik dan benar, tetapi masih banyak kritikan yang dialamatkan kepadamu. Kamu mengira keputusan yang kamu ambil sudah tepat, ternyata perkiraanmu keliru.

Jangan putus asa !! Bangkitlah !!

Matahari tanpa sinar tidak layak disebut matahari. demikian juga dirimu. kau adalah matahari yang seharusnya memancarkan sinar, sekalipun mendung kelabu menutupi pandangan orang untuk melihat keindahan cahayamu.

AKU sering melihat melihatmu marah ketika kamu melihat orang lain berhasil.
Untuk apa kamu menginginkan keberhasilan orang lain?

Bukankah AKU sudah menyediakan suksesmu sendiri?

Kamu tidak pernah mengejarnya, jadi kamu tidak pernah bisa memilikinya.

Matamu tidak terfokus kepada rancangan-Ku yang dahsyat atas hidupmu, melainkan tertuju kepada karya-Ku yang luar biasa atas hidup orang lain.

Jadilah seperti air..Selalu mengalir...melewati semua benda, menembus semua sisi dan tanpa batas.

Anak-Ku,,,jangan mau dikalahkan oleh keadaan,,tetapi kalahkan keadaaan !!

Anak-Ku yang terkasih,,,jangan sakit hati ketika kau ditegur, padahal kau merasa sudah mengerjakan yang terbaik.

Sakit hati itu hanya akan membuat tidurmu tidak nyenyak dan perasaanmu tidak nyaman.

Buanglah itu dari hatimu dan pikiranmu !

Kuasailah dirimu sedemikian rupa hingga kamu bisa mengatasi perasaan diperlakukan tidak adil, dilecehkan, diremehkan ataupun dikhianati oleh sesamamu.

Bukankah untuk itu kau hidup? untuk melihat kenyataan bahwa di dunia ini yang paling mengerti perasaanmu dan menerima dirimu apa adanya hanya AKU?

Jauhilah segala bentuk kemarahan, tetapi jangan jauhi AKU.
Anak-Ku, ingatlah hal ini baik-baik. Aku selalu mebuka tangan-Ku lebar-lebar untuk memberimu rasa aman, kapanpun kau membutuhkannya.
AKU senantiasa menyiapkan bahu untuk tempat kepalamu bersandar dan mencurahkan tangis.
AKU melakukannya karena AKU sungguh-sungguh peduli padamu !!

Ayah yang selalu mengasihimu,,
YESUS

(Sumber : Elia Groups